Reformasi Birokrasi Polri dalam Penegakkan Hukum

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MARKAS BESAR
REFORMASI DAN OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM
DI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Disampaikan Pada:
FGD PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
TANGGAL 12 OKTOBER 2011
I. Pendahuluan
Prof. J.E. Sahetapy dalam catatannya pada newsletter Komisi Hukum Nasional
(April 2010) menyatakan bahwa “adil dan ketidakadilan dari hukum, juga kuasa,
tetapi juga ketidakberkuasanya hukum”, merujuk pada pendapat Prof. Algra
(1979) yang mengatakan “…. recht en onrecht van dat recht, alsmede macht,
maar ook onmacht van dat recht.” Berdasarkan hal tersebut, Prof. Sahetapy
mengingatkan kembali bahwa keadilan hukum dapat berarti sebuah
ketidakadilan dan kelemahan dalam pandangan masyarakat. Sejalan dengan hal
tersebut, realita dalam penegakan hukum seringkali mengabaikan rasa keadilan
masyarakat mengingat secara tekstual (substansi hukum) lebih mensyaratkan
pada adanya kepastian hukum.
Selain itu, betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum
dalam menegakkan aturan hukum selama ini, sebagaimana yang dinyatakan
oleh Prof. J.E. Sahetapy yang menegaskan beberapa tantangan yang dihadapi
oleh aparat penegak hukum, yaitu faktor aparat penegak hukum, kompleksnya
kriminalitas, serta tingginya tuntutan masyarakat akan kesigapan, kejujuran, dan
profesionalisme para penegak hukum.
Bahkan…..
2
Bahkan juga semakin gencar dan tajam suara-suara yang mengatakan,
penegakan hukum dewasa ini sudah sampai pada titik terendah, Masyarakat
melihat dengan pesimis kondisi penegakan hukum, sehingga Prof. Baharuddin
Lopa pernah mengungkapkan “di mana lagi kita akan mencari dan menemukan
keadilan”. Hingga kini masih banyak suara-suara pesimistik tentang eksisnya
suatu sistem peradilan pidana yang terpadu (Integrated Criminal Justice System)
yang merupakan sistem hukum di negara kita.
Berkenaan dengan itu, dalam sistem hukum di Indonesia, struktur adalah
institusi dan kelembagaan hukum yang terdiri dari Penyidik, Jaksa Penuntut
Umum, Hakim, Lembaga Pemasyarakatan dan Pengacara yang saling terjalin
dan saling ketergantungan dalam proses pelaksanaan dan penegakan hukum.
Oleh karena itu, struktur hukum akan berjalan dan mencapai hasil yang optimal
sangat bergantung pada pelaksananya yaitu aparatur hukum dimaksud.
Polri sebagai subsistem terdepan dari sistem hukum ini sudah barang tentu tidak
henti-hentinya mendapat sorotan, kritikan, dan hujatan manakala dalam
melaksanakan tugas dinilai oleh masyarakat tidak sesuai dengan keinginan dan
harapannya, sehingga dituntut adanya perubahan budaya hukum yang
mengedepankan tindakan preemtif dan preventif dari pada tindakan represif.
Dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, Polri melakukan reformasi dan
optimalisasi dengan Program Reformasi Birokrasi Polri (RBP) Gelombang I mulai
dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 yang lalu, dan tahun pertama dari
reformasi birokrasi gelombang kedua pada tahun 2010. Tim independen
reformasi birokrasi nasional telah melakukan penilaian terhadap pelaksanaan
RBP pada bulan Mei Tahun 2010, terhadap 4 (empat) unsur pokok area
perubahan, yaitu: quick wins, kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya
manusia. Hasil rangkuman penilaian dari tim independen ini menunjukkan
bahwa secara rata-rata nilai Polri adalah baik, yaitu sebesar 3.63, dengan
kesimpulan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia telah siap untuk
melaksanakan reformasi birokrasi. Namun harus secara jujur diakui bahwa
masih ditemukan berbagai masalah dan kendala yang sering dialami Polri
berkaitan dengan adanya keluhan-keluhan masyarakat mengenai kinerja Polri.
Berdasarkan…..
3
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dipandang perlu
menyusun langkah strategis dalam rangka meningkatkan peran Polri dalam
penegakan hukum di Indonesia, selaras dengan permintaan panitia
penyelenggara Focus Group Discussion (FGD), maka ditentukan pokok
permasalahan: “Bagaimanakah Reformasi dan Optimalisasi Penegakan Hukum di
Kepolisian Negara Republik Indonesia?”.
II. Pembahasan
1. Reformasi dan Optimalisasi dalam Penegakan Hukum
Pelaksanaan reformasi dan optimalisasi dalam penegakan hukum
selama ini menitikberatkan pada Program Revitalisasi Polri dan Reformasi
Birokrasi Polri (RBP), yang dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pencapaian Program RBP
Titik berat pelaksanaan Program RBP gelombang I bersifat
instansional dengan sasaran mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik. Dari analisis dan evaluasi program quick wins dapat
disimpulkan bahwa program quick wins telah dilaksanakan dengan
baik pada tingkat mabes polri maupun satuan kewilayahan. Hal ini
dinyatakan dari hasil penilaian Tim Independen dengan nilai ratarata
sebesar 3.63, yang menyimpulkan bahwa Polri telah siap
untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi. Penilaian rinci dari
masing-masing unsur pada program quick wins Polri memperoleh
nilai yang paling baik, yaitu 3,88, dibandingkan dengan 3 (tiga)
unsur yang lainnya (kelembagaan 3,66; SDM 3,55; dan tatalaksana
3,42). Program quick wins tersebut, terutama yang terkait dengan
peningkatan pelayanan quick respons Sabhara, transparansi
pelayanan di bidang SIM, STNK dan BPKB, transparansi pelayanan
di bidang penyidikan dan transparansi pelayanan di bidang
rekruitmen anggota Polri.
Keberhasilan…..
4
Keberhasilan dalam peningkatan pelayanan di bidang penyidikan
tidak terlepas dari adanya beberapa kegiatan yang dilakukan
dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan personel
Polri yang bertugas di bidang penegakan hukum. Beberapa
kegiatan yang telah dilakukan Polri dalam rangka meningkatkan
kemampuan dan keterampilan tersebut antara lain:
1) memberikan kemudahan akses masyarakat pencari keadilan
dalam mendapatkan informasi berkaitan dengan kasus yang
sedang ditangani Polri dilakukan melalui Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP)
dengan cara: secara manual (dengan surat), melalui website
www.bareskrim.go.id, SMS Gateway dan Desk Telepon.
2) uji kompetensi terhadap personel Polri yang menduduki
jabatan manajerial di fungsi penyidikan dilakukan melalui
metode assesment center.
3) upaya pembenahan fungsi reserse melalui program
"penguatan reserse", yang meliputi perbaikan dan
penambahan peralatan, sistem dan prosedur, serta
kompetensi personel.
4) pemberdayaan pejabat pengawasan penyidikan yang telah
dikukuhkan dalam jabatan struktural mulai dari tingkat
mabes Polri (Biro Wassidik) sampai dengan tingkat polsek
(Unit Wassidik) guna mempercepat penyelesaian perkara
dan meminimalisir terjadinya penyimpangan dalam
penanganan perkara melalui gelar perkara, supervisi, dan
pengawasan melekat secara berjenjang.
5) penerapan Peraturan Kapolri No 12 Tahun 2009 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Tindak
Pidana di Lingkungan Polri.
6) pembenahan …..
5
6) pembenahan kurikulum pendidikan reserse agar mampu
mengikuti tuntutan jaman seiring dengan meningkatnya
kompleksitas kejahatan.
7) pembangunan sistem peralatan pendukung seperti sistem
informasi penyidikan kriminal (crime investigation
information system) yang terpadu dalam mendukung tugas
dan fungsi reserse.
8) penyusunan SOP operasional Software dan Hardware
pelaksanaan SP2HP baik secara manual (surat) maupun
elektronik (SMS Gateway maupun Website).
9) Penyusunan SOP Pelayanan Penanganan Komplain
masyarakat dan telah dioperasionalkan Balai Pengaduan
Komplain Masyarakat di Bareskrim Polri.
10) Penilaian Kinerja Penyidik melalui pemberlakuan Sistem
Pengendalian Perkara Elektronik (SPPe) dalam rangka
menunjang Sistem Penilaian Kinerja Penyidik (SPKP),
namun belum optimal pengoperasionalannya.
11) Peningkatan teknologi dalam penyidikan melalui penerapan
scientific criminal investigation dalam rangka pembuktian
pada proses penegakan hukum.
12) Peningkatan peran Pusiknas dalam memberikan masukan
guna penentuan kebijakan dan strategi penegakan hukum
secara nasional.
13) Penerapan INAFIS (Indonesian Automatic Fingerprint
Identification System), sebagai salah satu fungsi bantuan
teknis Kepolisian yang bertugas untuk mencari dan
menemukan identitas seseorang melalui sidik jari,
sinyalemen dan foto untuk kepentingan penyelidikan,
penyidikan maupun kepentingan pelayanan masyarakat
(Tim Reaksi Mobile INAFIS).
14) Penerapan…...
6
14) Penerapan Laboratorium Forensik Polri, sebagai sub sistem
Polri dengan tugas pokok dan fungsinya melakukan
pemeriksaan TKP dan barang bukti secara ilmiah (Scientific
Crime Investigation).
b. Revitalisasi Polri menuju Pelayanan Prima
Selain melalui RBP, Polri juga sudah melakukan perbaikan dalam
bentuk Program Revitalisasi Polri menuju Pelayanan Prima dengan
paradigma membentuk sikap yang melayani, proaktif, transparan
dan akuntabel dalam rangka meningkatkan kepercayaan
masyarakat serta meneguhkan soliditas dan rasa saling
mempercayai di internal Polri.
Adapun Roadmap Revitalisasi ini dilakukan melalui:
1) Penguatan institusional yang berkelanjutan dari seluruh
Program Polri yang sudah berjalan selama ini untuk
menjamin kesinambungan organisasi dalam mencapai visi
dan misinya.
2) Terobosan kreatif untuk meningkatkan kinerja Polri secara
signifikan dan dalam waktu yang cepat.
3) Peningkatan integritas melalui peneguhan komitmen dan
peningkatan peran pengawasan kepada seluruh anggota
Polri dan PNS Polri.
Di dalam program Revitalisasi Polri, terdapat 10 Program Prioritas
pada tahap II, salah satunya adalah Implementasi Struktur
Organisasi Polri, yang dijadwalkan tuntas pada bulan Desember
tahun 2011, namun sampai saat ini tahapan tersebut belum
optimal, sehingga mempengaruhi sebaran pelayanan sampai di
tingkat kewilayahan terdepan dalam memberikan pelayanan prima
penegakan hukum. Sebagai contoh keberadaan Sentra Pelayanan
Kepolisian Terpadu (SPKT) belum sepenuhnya dapat diwujudkan.
Dalam…..
7
Dalam rangka peningkatan kinerja Polri, juga diperlukan
peningkatan kerja sama Polri dengan kementerian/lembaga lainnya
dan berbagai komunitas masyarakat, baik dalam maupun luar
negeri. Kerja sama yang telah dibangun selama ini masih terbatas
pada tataran penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU),
sehingga perlu diwujudkan langkah konkret kerja sama yang
proaktif serta sinergis dalam mengatasi gangguan keamanan dan
ketertiban masyarakat terutama dalam bidang penegakan hukum.
Demikian halnya pelayanan Polri kepada masyarakat belum
sepenuhnya dapat menjangkau sampai pada komunitas terkecil
terutama komunitas masyarakat pulau terluar yang berpenghuni,
sehingga menimbulkan potensi kecenderungan masyarakat enggan
mendukung program pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat serta penegakan hukum. Disamping hal tersebut,
masih adanya opini negatif terhadap Polri dalam penegakan hukum
tindak pidana korupsi yang tidak tuntas penyelesaiannya sehingga
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Kondisi ini tidak
semata-mata disebabkan oleh faktor ketidakmampuan aparat
penegak hukum namun lebih dikarenakan terbatasnya dukungan
dalam penanganan tindak pidana korupsi.
Dalam penanganan tindak pidana korupsi, terdapat beberapa
kendala, diantaranya dalam hal kewenangan penyidik melakukan
tindakan kepolisian, penyitaan, penyadapan dan pemanggilan
terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta alokasi
anggaran penyidikan yang minim bila dibandingkan dengan
anggaran dari lembaga penegak hukum lainnya, sehingga
mempengaruhi proses penegakan hukum. Perbandingan alokasi
anggaran per tahun, penyelesaian kasus dan kewenangan
penyidikan tindak pidana korupsi antara POLRI, JAKSA dan KPK
sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1…..
8
Tabel 1.
Alokasi Anggaran per Tahun
FAKTOR
DITIPIDKOR
BARESKRIM
POLRI
PIDSUS
KEJAKSAAN
AGUNG
KPK
PERSONEL
(ORANG)
61 111 120
TARGET
(JUMLAH KASUS)
44 110 60
ANGGARAN
(RUPIAH)
1.300.000.000 5.346.000.000 12.650.000.000
ANGGARAN PER
KASUS (RUPIAH)
37.823.000 48.600.000 202.948.718
PENYELESAIAN
KASUS
-LIDIK: 43 KSS
-SIDIK: 11 KSS
- P-21 : 16 KSS
- HAP1: 4 KSS
-LIDIK: 66 KSS
-SIDIK: 66 KSS
-P-21 : 28 KSS
-LIDIK: 50 KSS
-SIDIK: 24 KSS
-P-21 : 9 KSS
KEWENANGAN
- LIDIK
- SIDIK
- LIDIK
- SIDIK
- TELITI
BERKAS
- TUNTUT
- LIDIK
- SIDIK
- TELITI BERKAS
- TUNTUT
- SITA TANPA
IJIN
- RIKSA KEPALA
DAERAH
TANPA IJIN
- PENYADAPAN
MULAI DARI
SIDIK
Hal yang cukup membanggakan dalam penegakan hukum
sehingga kinerja Polri menjadi meningkat dan dipercaya tidak
hanya di dalam negeri namun juga diakui di luar negeri adalah
penanganan penegakan hukum terhadap kejahatan terorisme,
sebagaimana terlihat dari perkembangan penanganan kasus
terorisme dari tahun 2002 sampai dengan September tahun 2011
oleh Densus 88 AT Polri, sebagai berikut:
1) Tersangka yang ditangkap = 695 orang
Tersangka yang Meninggal Dunia di TKP = 66 orang
divonis = 519 orang
selesai menjalani hukuman = 240 orang
2) Tersangka ….
9
2) Tersangka Mengulangi TP (Residivis) = 22 orang
Sedang menjalani hukuman = 279 orang
Proses sidang = 43 orang
Proses Sidik = 22 orang
3) Anggota Polri yang menjadi korban
Luka-luka = 41 orang
Meninggal Dunia = 11 orang
Keberhasilan pemberantasan terorisme oleh Densus 88 AT Polri
tidak hanya sebagai “pemadam kebakaran” dalam arti bertindak
setelah adanya kejadian, namun juga dapat mencegah sebelum
terjadinya kejahatan terorisme sebagaimana rincian hasil
pencegahan dan penindakan, sebagai berikut:
1) Pencegahan:
a) percobaan pengeboman dengan modus teror bom
buku di beberapa tempat di Jakarta dan sekitarnya.
b) terjadinya teror bom di gereja Christ Cathedral yang
diletakkan di terowongan pipa gas di Serpong tahun
2011.
c) percobaan pengeboman di wilayah Cirebon,
Pemalang dan Pekalongan.
d) percobaan pembunuhan anggota Polri dengan
menggunakan racun sianida di Jakarta dan
sekitarnya.
2) bidang penindakan telah mengungkap beberapa kasus
peledakan bom dan penembakan, antara lain:
a) Penembakan terhadap anggota Pospol Kenteng Rejo
di Purworejo dan Polsek Prumbun di Kebumen tahun
2010;
b) Penembakan terhadap anggota Polri yang menjaga
CIMB Niaga Medan Tahun 2010;
c) Penembakan ….
10
c) Penembakan terhadap anggota Polsek Hamparan
Perak Sumut Tahun 2010;
d) Bom Gereja dan Masjid di Klaten tahun 2010;
e) Bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon Tahun
2011;
f) Bom Buku di Jakarta dan sekitarnya Tahun 2011;
g) Penembakan anggota di Pos BCA Palu Tahun 2011;
h) Bom di Ponpes Umar Bin Khatab Bima Tahun 2011;
i) Bom Bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Solo
Tahun 2011;
3) Pengungkapan Jaringan dan Pelatihan Para Militer Teroris di
Jalin Janto Aceh Tahun 2010.
c. Evaluasi Kinerja Organisasi Polri, melalui penelitian untuk melihat
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Polri
berdasarkan penelitian KOMPOLNAS yang dilaksanakan di 10 Polda
dengan hasil dalam Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2.
Penilaian Kinerja Polri di 10 Polda
Aspek
Harkamtibmas
(%)
Aspek
Penegakan
Hukum
(%)
Aspek
Pelayanan
(%)
Rata-
Rata
(%)
Sangat Percaya 4,2
77
2,5
59,3
3,2
72,7 69,67
Percaya 72,8 56,8 69,5
Tidak Percaya 18,2
19,2
33,7
35
21,2
Sangat Tidak 21,9 23,37
Percaya
1,0 1,3 0,7
Tidak Tahu/
Tidak Jawab
3,8 5,7 5,5 5,00
Untuk penilaian kinerja organisasi Polri, saat ini telah dilakukan
evaluasi kinerja Polri terhadap aspek kepemimpinan, perencanaan
kinerja, organisasi, manajemen sumber daya manusia,
penganggaran, pengukuran analisis dan manajemen informasi
kinerja ....
11
kinerja serta aspek manajemen proses. Dari hasil evaluasi kinerja
organisasi Polri tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya upaya
peningkatan terutama pada aspek penegakan hukum Polri,
selanjutnya hasil evaluasi tersebut dijadikan sebagai titik tolak RBP
Gelombang II.
2. Pengaruh perkembangan lingkungan strategis terhadap
penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri.
Dinamika lingkungan strategis baik Global, Regional, maupun Nasional
yang mempengaruhi perkembangan penegakan hukum yang dilakukan
Polri dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tantangan Global
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (ilpengtek)
membawa dampak revolusi 3 T yaitu Perubahan Radikal dalam
Transportasi, Telekomunikasi dan Tourisme yang menjadikan
negara dan wilayah tanpa batas (borderless).
Arus barang, jasa, orang, informasi dan investasi semakin cepat
yang mengakibatkan perubahan yang sangat cepat terhadap
tatanan berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dampak yang ditimbulkan dari kemajuan ilpengtek ini, di satu sisi
mempermudah masyarakat dalam berinteraksi antara satu dengan
lainnya, di sisi yang lain apabila tidak diantisipasi dengan baik
dapat menimbulkan berbagai tindak kriminalitas yang
memanfaatkan kemajuan ilpengtek.
Bila dicermati, dalam penegakan hukum seringkali berhadapan
dengan persoalan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
yang telah menjadi isu Global dan setiap saat dapat dimunculkan
untuk mendiskreditkan Indonesia di mata dunia.
b. Tantangan …..
12
b. Tantangan Regional
Pengaruh Regional yang muncul di kawasan Asia Tenggara
khususnya masalah perbatasan wilayah Indonesia dengan negara
tetangga, baik wilayah laut maupun darat masih belum
terselesaikan secara tuntas, sehingga memunculkan berbagai
persoalan yang dapat berpotensi menimbulkan konflik.
Selain itu, tantangan wilayah perbatasan meliputi aktivitas pelintas
batas yang illegal, penyelundupan, pembalakan hutan secara liar
yang dimanfaatkan untuk pencurian kekayaan alam Indonesia, dan
penggeseran batas wilayah. Akibat kegiatan tersebut Indonesia
mengalami kerugian lebih dari 20 triliun rupiah setiap tahunnya.
Tantangan lain yang menjadi gangguan nyata adalah trafficking in
person, perompakan, narkoba serta terorisme. Masih rendahnya
kesadaran hukum masyarakat penghuni pulau tersebut,
keterbatasan jumlah personel, peralatan dan persenjataan, serta
adanya permasalahan dengan negara tetangga tentang perbatasan
yang belum terselesaikan menjadi tantangan tersendiri.
Kebijakan perdagangan bebas yang mulai diberlakukan pada tahun
2010 membawa dampak terhadap industri dan perdagangan dalam
negeri, antara lain muncul kekhawatiran produk dalam negeri kalah
bersaing dengan produk industri dari negara maju. Hal ini
berpotensi mengakibatkan naiknya angka pengangguran dan
tindak kejahatan yang dapat mengancam stabilitas keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Di bidang ketenagakerjaan, murahnya upah Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) membuat negara lain tertarik untuk
mempekerjakan TKI di luar negeri, dimana bagi TKI menjadi
peluang untuk mendapatkan penghasilan yang relatif lebih besar.
Namun ....
13
Namun, tidak semua TKI mendapat perlakuan baik di negara
tetangga. Berbagai kasus penganiayaan dan penipuan terhadap
TKI, membuktikan bahwa permasalahan TKI masih menjadi
pekerjaan rumah pemerintah Indonesia.
Di bidang pemberantasan terorisme, perlu dilakukan penanganan
secara cepat, terarah dan menyeluruh. Penanganan terorisme ini
memang dilematis. Di satu sisi tugas ini menuntut kecepatan
dalam menanggulanginya, namun di sisi lain, Polri harus patuh
pada koridor hukum, prosedur, dan HAM. Penanganan terorisme
harus dilakukan secara tuntas, baik dengan cara represif maupun
preventif termasuk langkah-langkah deradikalisasi.
c. Tantangan Nasional
Menjelang Pemilu tahun 2014, diperkirakan akan terjadi
peningkatan persaingan antar elite politik maupun parpol dalam
mendapatkan suara masyarakat untuk memenangkan Pemilu
maupun menduduki kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Peningkatan
suhu politik ini berpotensi menimbulkan konflik vertikal maupun
horizontal di masyarakat, sehingga dapat mengancam stabilitas
keamanan dalam negeri. Selain itu, pelaksanaan otonomi daerah
mempunyai konsekuensi, antara lain penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan pemekaran wilayah yang berpotensi
menimbulkan konflik.
Penanganan masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) terus
menjadi tuntutan dan harapan masyarakat, agar pemerintah dapat
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good
governance and clean government). Polri sebagai salah satu sub
sistem pemerintahan, turut mendukung program pemberantasan
KKN, dengan meningkatkan kinerjanya dalam penanganan kasus
KKN dan pencegahan melalui Program Inisiatif Anti Korupsi (PIAK).
Demikian ....
14
Demikian pula di bidang pemberantasan mafia hukum, keberadaan
mafia hukum di dalam institusi penegak hukum di Indonesia kini
tengah menjadi perhatian dan sorotan masyarakat. Memperhatikan
kondisi maraknya praktik mafia hukum yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum, maka kebijakan Presiden RI yang
memprioritaskan pemberantasan mafia hukum menjadi sangat
penting dan dibutuhkan, tidak hanya untuk memperbaiki persepsi
internasional mengenai permasalahan korupsi di Indonesia, namun
yang lebih substantif adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan masyarakat.
d. Peluang dan Kendala
1) Peluang
a) Struktur Organisasi Polri yang tergelar dari tingkat
pusat (Mabes Polri) sampai dengan tingkat Polsek
selaku garda terdepan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
b) Reformasi dan optimalisasi tugas pokok, peran dan
fungsi Polri sudah dilaksanakan melalui upaya
perubahan struktural, instrumental dan kulutral yang
dituangkan dalam buku biru (blue print).
c) Kebijakan dan strategi Polri yang disusun dalam
Grand Strategi Polri 2005-2025, Reformasi Birokrasi
Polri Gelombang I dan II, serta Program Revitalisasi
Polri sebagai pedoman dalam rangka meningkatkan
kinerja pada kesatuan di lingkungan Polri dalam
melaksanakan tugas.
d) Pengawasan internal (Itwas, Propam, Wassidik) dan
eksternal (Kompolnas, Ombudsman, Komisi III DPR
RI, Media Massa, LSM) yang telah berjalan selama ini
dapat menumbuhkan motivasi seluruh anggota Polri
khususnya penyelidik, penyidik pembantu dan
penyidik Polri.
2) Kendala…
15
2) Kendala
a) Adanya sistem hukum yang berbeda serta belum
seluruh anggota negara Asia Tenggara memiliki
perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance
(MLA), sehingga penegakan hukum tidak optimal.
b) Pemberitaan media massa yang tidak berimbang
tentang pelaksanaan tugas pokok Polri yang lebih
dominan pada tugas penegakan hukum terutama
pemberitaan yang bersifat negatif dibandingkan
dengan yang positif dan keberhasilan tugas
pemeliharaan kamtibas, perlindungan, pengayoman
dan pelayanan masyarakat.
c) Peran Pengacara yang belum mendukung
keterbatasan, kekurangan dan kelemahan terkait
dengan masalah struktur, substansi dan budaya
hukum yang ada di Polri.
d) Penerapan sistem informasi di Polri masih dilakukan
secara parsial, sehingga informasi yang dihasilkan
belum valid dan up-to-date. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi belum dapat dimanfaatkan
secara optimal dalam menghadapi berbagai modus
kejahatan yang terus berkembang. Penerapan sistem
informasi terpadu sangat penting bagi Polri baik
dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi dan
perannya maupun dalam pengambilan keputusan
secara cepat dan tepat.
e) Kecenderungan adanya tumpang tindih peraturan
perundang-undangan sehingga tidak sejalan dengan
KUHAP, antara lain adanya pembentukan Badan Baru
serta regulasi yang mengatur tentang penyidikan
oleh PPNS tidak berada di bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik Polri. f) Pemanggilan…
16
f) Pemanggilan Kepala Daerah yang diduga terkait
tindak pidana harus seijin Presiden sesuai dengan
ketentuan Pasal 36 UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemda yang menghambat proses penegakan hukum.
g) Penjabaran masalah kewenangan penyidik untuk
melakukan penyadapan untuk tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 26 UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TP.
Korupsi belum diatur petunjuk teknisnya, sehingga
menghambat proses pembuktian.
h) Adanya intervensi dan kooptasi dalam penegakan
hukum yang mengakibatkan terganggunya
Independensi hukum di Indonesia.
3. Penegakan hukum Polri yang diharapkan.
Berdasarkan gambaran kondisi penegakan hukum Polri saat ini yang
dipengaruhi perkembangan Lingkungan strategis, dapat diuraikan
reformasi dan optimalisasi penegakan hukum Polri yang diharapkan,
sebagai berikut:
a. Terwujudnya konsistensi transparansi dalam proses penegakan
hukum melalui sistem manajemen penyidikan, antara lain:
1) Meningkatnya kualitas dan kuantitas dalam penerbitan
SP2HP sehingga tidak ada lagi komplain masyarakat dalam
penanganan perkara tindak pidana.
2) Optimalnya pengawasan proses penyidikan baik secara
internal maupun eksternal untuk mencegah penyimpangan
kewenangan oleh penyidik.
3) Meningkatnya standar rekrutmen penyidik Polri yang lebih
didasarkan kepada kompetensi yang diperlukan untuk
menjadi penyidik.
4) Meningkatnya profesionalisme penyidik Polri yang mampu
menjawab tantangan perkembangan modus operandi
kriminalitas. 5) Tersedianya…
17
5) Tersedianya pendataan informasi kriminalitas yang terpadu,
cepat, akurat dan dapat menjangkau seluruh kejadian
dalam lingkup nasional melalui Pusat Informasi Kriminal
Nasional (PIKNAS).
6) Tersedianya alat utama dan alat khusus untuk mendukung
kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.
b. Terwujudnya sinkronisasi dan kejelasan substansi peraturan
hukum terkait dengan proses penyidikan yang mampu mendukung
efektifitas dan efisiensi penegakan hukum, antara lain:
1) Meningkatnya sinergitas antara Penyidik Polri dan PPNS
dalam koordinasi terkait penegakan hukum sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku (KUHAP).
2) Kemudahan prosedur pemanggilan Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah yang diduga terkait tindak pidana sehingga
mempercepat proses penyidikan.
3) Tersedianya anggaran yang memadai untuk mendukung
pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
korupsi.
4) Tersedianya aturan yang jelas untuk melakukan kegiatan
penyadapan sebagai bagian dari proses penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam
penjelasan Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
c. Meningkatnya kepatuhan penyidik terhadap Kode Etik Profesi Polri
yang telah ditetapkan, sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam
proses penegakan hukum guna meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap Polri dan mewujudkan rasa keadilan.
d. Terwujudnya budaya hukum di lingkungan Polri dalam rangka
penegakan hukum yang berorientasi pada rasa keadilan bagi
masyarakat tidak hanya kepastian hukum semata yang ditandai
dengan berkurangnya komplain masyarakat terhadap kinerja Polri.
e. Terwujudnya …..
18
e. Terwujudnya peningkatan kinerja Polri dalam rangka penegakan
hukum secara profesional, proporsional, prosedural dan akuntabel
guna membangun dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
melalui pembinaan SDM, dengan menerapkan:
1) merit system atau sistem prestasi kerja dalam pembinaan
karier anggota personel yang ditugaskan di bidang
penegakan hukum secara konsisten.
2) assessment terhadap penyidik/penyidik pembantu untuk
melakukan uji kelayakan secara teknis dan Atasan Penyidik
dengan metode Assesment Center untuk menempatkan
pada jabatan manajerial.
3) Jaminan berupa asuransi kerja bagi penyidik dan penyidik
pembantu yang disesuaikan dengan resiko pelaksanaan
tugas.
4) pemenuhan sarana dan prasarana terutama kelengkapan
fasilitas monitoring (CCTV dan recording) dalam ruang
pemeriksaan guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.
5) penyusunan penjabaran ketentuan peraturan perundangundangan
yang belum terakomodasi untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas penegakan hukum.
6) reward and punishment secara konsisten terhadap penyidik
dan penyidik pembantu dalam rangka memberikan motivasi
guna meningkatkan kinerja.
7) pendidikan yang berkualitas dan berbasis kompetensi dalam
rangka menghasilkan aparat penegak hukum yang
profesional, bermoral dan modern.
4. Upaya-upaya dalam Reformasi dan Optimalisasi Penegakan
Hukum.
Pencapaian yang telah diraih dalam RBP Gelombang I menjadi
modal kuat bagi Polri dalam menjalankan fungsi penegakan hukum
menjadi lebih baik, walaupun masih terdapat beberapa hal yang perlu
dioptimalkan terutama untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Rencana…
19
Rencana pencapaian yang dilakukan Polri sebagai bagian dari upaya
reformasi dan optimalisasi penegakan hukum, sesuai dengan agenda
Program Revitalisasi dan RBP Gelombang II yaitu:
a. Program Jangka Pendek (2011)
1) Mengoptimalkan operasionalisasi Cyber Crime Investigation
Center (CCIC) dengan memanfaatkan software dan
hardware yang tersedia untuk melaksanakan penegakan
hukum di bidang kejahatan dunia maya.
2) Mensosialisasikan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun
2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) kepada penyidik
dan penyidik pembantu untuk dijadikan pedoman perilaku
dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum.
3) Mengoptimalkan program transparansi penyidikan melalui
SP2HP untuk memberikan informasi kepada pelapor tentang
perkembangan penanganan perkara.
4) Melakukan revisi Perkap Nomor 12 Tahun 2009 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan di lingkungan
Polri terutama terhadap pasal-pasal yang bertentangan
dengan aturan yang lebih tinggi.
5) Dalam rangka mengatur pelaksanaan proses penyidikan
secara tertib, efektif dan efisien, serta akuntabel, perlu
disusun Perkap tentang:
a) Manajemen Penyidikan, dan
b) Standar Pelayanan Reserse.
6) Untuk memberikan kemudahan, kecepatan, kepastian, dan
transparansi bagi masyarakat pencari keadilan, disusun
beberapa SOP tentang Pelayanan:
a) Penerimaan Laporan Masyarakat;
b) Pemeriksaan Saksi;
c) Pemeriksaan Tersangka;
d) Tahanan;
e) Penitipan dan Perawatan Barang Bukti;
7) Penggelaran…
20
7) Penggelaran Balai Pelayanan Pengaduan Komplain
Masyarakat sampai di tingkat Polres guna menampung dan
menindaklanjuti komplain masyarakat terhadap pelayanan
penyidikan.
8) Melanjutkan program penguatan kemampuan Densus 88 AT
dalam menangani kejahatan terorisme di Indonesia
terutama yang berkaitan dengan upaya penindakan
terhadap aksi terorisme.
9) Melanjutkan program “penguatan reserse” dalam melakukan
upaya penegakan hukum secara profesional, proprosional,
dan tuntas.
10) Membangun kerjasama yang sinergis dengan berbagai pihak
khususnya Criminal Justice System (CJS) dalam
mengoptimalkan penanganan perkara, sehingga penegakan
hukum berjalan secara cepat, transparan dan akuntabel
dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
11) Memelihara dan meningkatkan kerja sama internasional
dalam bentuk tukar menukar informasi, pelaksanaan
penyidikan dan pelatihan guna meningkatkan kemampuan
dalam penanganan kejahatan transnasional.
12) Menjalin kerja sama penyidik dan pengemban fungsi humas
Polri dengan media massa baik secara formal maupun
informal untuk menyampaikan informasi tentang
pelaksanaan penegakan hukum sesuai dengan ketentuan
UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
b. Program Jangka Menengah (2012)
1) Dalam rangka tertib pengelolaan informasi perlu disusun
Perkap tentang Informasi Penanganan Perkara.
2) Untuk …..
21
2) Untuk memberikan pedoman dalam upaya penyelidik
mencari dan menemukan peristiwa pidana secara efektif
dan efisien disusun SOP tentang Penyelidikan dan SOP
tentang Pembinaan Kring Reserse.
3) Menginventarisasi dan mengkaji Perkap/SOP yang berkaitan
dengan penegakan hukum agar tidak terjadi tumpang tindih
antar peraturan satu dengan peraturan lainnya.
4) Melanjutkan program perubahan mind set dan culture set
Penyidik Polri melalui ESQ, NAC, dan Out Bound untuk
meningkatkan motivasi dalam pelaksanaan tugas.
5) Melanjutkan program penguatan akuntabilitas kinerja
penyidik Polri serta pengembangan dan penerapan
manajemen kinerja untuk optimalisasi layanan prima kepada
masyarakat.
6) Penyempurnaan pelaksanaan Penilaian Kinerja Penyidik
melalui pemberlakuan Sistem Pengendalian Perkara
Elektronik (SPPe) dalam rangka menunjang Sistem Penilaian
Kinerja Penyidik (SPKP).
7) Melanjutkan kerja sama internasional dalam bentuk tukar
menukar informasi, pelaksanaan penyidikan dan pelatihan
guna meningkatkan kemampuan dalam penanganan
kejahatan transnasional.
8) Meningkatkan koordinasi dan kerja sama Polri dengan
Kementerian Keuangan dan Bappenas dalam rangka
realisasi penambahan alokasi anggaran penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana korupsi.
c. Program Jangka Panjang (2013 – 2014)
1) Membangun dan mengembangkan Sistem Manajemen
Pengetahuan Penyidikan Kriminal (Crime Investigation
Knowledge Management System), sistem ini dapat
membantu penyidik menjalankan tugasnya, terutama dalam
melakukan interogasi yang lebih sistematis dan terstruktur.
2) Meningkatkan…
22
2) Meningkatkan kerja sama dengan Menteri Hukum dan HAM
dalam rangka menginventarisasi dan mengevaluasi
peraturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan
KUHAP.
3) Koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi dengan Menteri
Hukum dan HAM dalam hal perlunya penyusunan Peraturan
pemerintah yang mengatur tentang penjabaran pemberian
kewenangan penyidik untuk melakukan penyadapan dalam
penanganan tindak pidana korupsi.
4) Memantapkan kerja sama internasional dalam
mengembangkan sistem sinergi polisional dalam bentuk
tukar menukar informasi, pelaksanaan penyidikan dan
pelatihan guna meningkatkan kemampuan dalam
penanganan kejahatan transnasional.
5) Meningkatkan kerjasama antar kementerian/lembaga dalam
membangun sinergi polisional guna mendorong percepatan
terwujudnya penandatanganan perjanjian ekstradisi antara
Indonesia dengan negara Asia Tenggara yang belum
memiliki perjanjian ekstradisi serta Mutual Legal Assistance
(MLA).
III. Penutup
1. Kesimpulan
Reformasi penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri tidak terlepas dari
adanya peristiwa reformasi di era tahun 1998 yang mengharapkan agar
Polri lebih profesional, mandiri dan dipercaya oleh masyarakat.
Berdasarkan keputusan politik, Polri secara kelembagaan langsung berada
di bawah Presiden yang telah ditetapkan dengan UU No. 2 Tahun 2002
tentang Polri.
Selanjutnya ….
23
Selanjutnya Polri melakukan reformasi dan optimalisasi secara
menyeluruh dengan menuangkan dalam Buku Biru Reformasi Polri yang
meliputi reformasi secara struktural, instrumental dan kultural. Untuk
mengoptimalkan hal tersebut telah dituangkan dalam kerangka Grand
Strategi Polri 2005–2025 yang dibagi ke dalam 3 (tiga) tahapan yaitu
Tahap Trust Building (2005–2009), Tahap Partnership (2010–2014) dan
tahap Strive for Excellence (2015–2025).
Dalam perjalanannya telah terlihat berbagai perubahan pada aspek
struktur organisasi Polri, bertambahnya sarana dan prasarana, alokasi
anggaran meningkat, bertambahnya jumlah personel, dan meningkatnya
kemampuan Polri dalam penegakan hukum terutama dalam
pemberantasan jaringan teroris dan narkoba.
Namun demikian, masalah perubahan kultural masih belum memenuhi
harapan dan tuntutan masyarakat terutama masalah budaya kepolisian
yang cenderung menerapkan kepastian hukum dalam penegakan hukum
daripada memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kunci keberhasilan dari
upaya reformasi dan optimalisasi penegakan hukum Polri sangat
tergantung dari peran serta seluruh anggota Polri dalam menjalankan
tugas yang diikuti dengan pengawasan, baik secara internal maupun
eksternal yang saling mendukung dalam arti Internal mendukung
Eksternal (IME) dan Eksternal mendukung Internal (EMI). Untuk itu, perlu
adanya mekanisme pengawasan yang terarah dan berkesinambungan
agar pelaksanaan tugas penegakan hukum dapat berjalan secara efektif
dan efisien.
Selama ini Polri telah melaksanakan reformasi dan optimalisasi dalam
penegakan hukum melalui pelaksanaan Reformasi Birokrasi gelombang I
dengan berbagai keberhasilan yang telah dicapai, antara lain: adanya
penilaian tim independen reformasi birokrasi nasional yang menyatakan
bahwa pelaksanaan tugas transparansi penyidikan mendapat skor 3,88
dengan nilai baik.
Disamping ….
24
Disamping itu, hasil penelitian Kompolnas di wilayah hukum 10 Polda di
Indonesia, dengan hasil dari aspek penegakan hukum sebesar 59,3%
yang berarti dalam kategori cukup. Namun demikian, tidak dipungkiri
bahwa masih ditemukan adanya kelemahan dan kekurangan dalam upaya
penegakan hukum yang dilakukan Polri sehingga masih ada komplain
masyarakat yang diajukan, antara lain kepada Itwasum Polri, Divpropam
Polri, Biro Wassidik Bareskrim Polri, Divkum Polri, Ombudsman,
Kompolnas, Komisi III DPR RI, DPD RI, dan Satgas Mafia Hukum serta
LSM-LSM.
Berkenaan dengan hal tersebut, Polri menyadari bahwa masih perlu
dilakukan upaya perbaikan-perbaikan dalam rangka meningkatkan kinerja
para penyidik dalam melaksanakan tugas sebagai aparat penegakan
hukum. Oleh karena itu ditetapkan suatu kebijakan yang dituangkan
dalam program Revitalisasi Polri dan Reformasi Birokrasi Polri gelombang
II yang salah satu programnya menitikberatkan pada upaya mereformasi
dan mengoptimalkan penegakan hukum dengan sasaran yang menonjol,
antara lain:
a. Program Jangka Pendek (2011), yaitu mengoptimalkan
operasionalisasi Cyber Crime Investigation Center (CCIC),
sosialisasi Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2011 tentang
Kode Etik Profesi Polri (KEPP), mengoptimalkan program
transparansi penyidikan melalui SP2HP, revisi Perkap Nomor 12
Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan di
lingkungan Polri, melanjutkan program penguatan kemampuan
Densus 88 AT dalam menangani kejahatan terorisme, melanjutkan
program “penguatan reserse”, membangun kerjasama yang
sinergis dengan berbagai pihak khususnya Criminal Justice System
(CJS) dalam mengoptimalkan penanganan perkara, dan
meningkatkan kerja sama internasional.
b. Program ….
25
b. Program Jangka Menengah (2012), yaitu menginventarisasi dan
mengkaji Perkap/SOP yang berkaitan dengan penegakan hukum,
melanjutkan program perubahan mind set dan culture set Penyidik
Polri melalui ESQ (Emotional Spiritual Quotient), NAC (Neuro
Associative Conditioning), dan Out Bound, melanjutkan program
penguatan akuntabilitas kinerja penyidik Polri, penyempurnaan
pelaksanaan Penilaian Kinerja Penyidik melalui pemberlakuan
Sistem Pengendalian Perkara Elektronik (SPPe) dalam rangka
menunjang Sistem Penilaian Kinerja Penyidik (SPKP), melanjutkan
kerja sama internasional serta penambahan alokasi anggaran
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.
c. Program Jangka Panjang (2013–2014), yaitu membangun dan
mengembangkan Sistem Manajemen Pengetahuan Penyidikan
Kriminal (Crime Investigation Knowledge Management System),
meningkatkan kerja sama dengan Menteri Hukum dan HAM dalam
rangka menginventarisasi dan mengevaluasi peraturan perundangundangan
yang tidak sejalan dengan KUHAP, Koordinasi,
sinkronisasi dan harmonisasi dengan Menteri Hukum dan HAM
dalam hal perlunya penyusunan Peraturan pemerintah yang
mengatur tentang penjabaran pemberian kewenangan penyidik
untuk melakukan penyadapan dalam penanganan tindak pidana
korupsi, memantapkan kerja sama Internasional dalam
mengembangkan sistem sinergi polisional, dan meningkatkan
kerjasama antar kementerian/lembaga dalam membangun sinergi
polisional guna mendorong percepatan terwujudnya
penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan
negara Asia Tenggara yang belum memiliki perjanjian ekstradisi
serta MLA.
2. Harapan …..
26
2. Harapan Penegakan Hukum di Indonesia
a. di bidang struktur hukum
1) Sistem Hukum di Indonesia sangat tergantung pada
aparatur penegak hukum antara lain Polri, Kejaksaan
Agung, KPK, Kehakiman (MA dan MK) dan Lembaga
Advokad sebagai pilar dalam melaksanakan penegakan
hukum. Oleh karena itu, diharapkan antar institusi penegak
hukum dimaksud secara konsisten dapat menjalin hubungan
kerja sama dengan harmonis, sinergis, dan komprehensif
yang terintegrasi dalam Criminal Justice System (CJS).
2) Guna mengefektifkan dan mengoptimalkan pelaksanaan
penegakan hukum serta penilaian hasil kinerja dari masingmasing
instansi penegak hukum, diharapkan dapat dibentuk
suatu Badan Pengawas Criminal Justice System (CJS) yang
bersifat independen dan kolegial.
b. di bidang substansi hukum
1) Konsistensi penguatan institusi penegak hukum secara
berimbang antara Polri, Kejaksaan Agung, KPK, Kehakiman
(MA dan MK) dan Lembaga Advokad dalam penegakan
hukum, agar tidak terjadi perbedaan kewenangan yang
dominan antar institusi penegak hukum yang satu dengan
yang lain, sehingga tidak terjadi pelemahan secara
sistematis terhadap institusi penegak hukum tertentu. Oleh
karena itu, diharapkan dilakukan peninjauan kembali
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
terutama yang mengatur masalah kewenangan masingmasing
intitusi penegak hukum.
2) Dalam …..
27
2) Dalam hal adanya peraturan perundang-undangan baru
yang memberi kewenangan yang sama terhadap institusi
yang berbeda sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan
dan substansi yang mengatur obyek hukum yang sama,
maka harus dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan
instansi terkait dan penundaan berlakunya peraturan
perundang-undangan yang baru dimaksud.
c. di bidang budaya hukum
1) pembenahan budaya hukum di Indonesia perlu dilakukan
baik terhadap aparat penegak hukum di satu pihak yang
cenderung menegakkan hukum dengan mengedepankan
kepastian hukum, maupun terhadap masyarakat dan media
massa di pihak yang lain yang cenderung menekankan pada
rasa keadilan. Oleh karenanya terjadi ambivalensi dalam
penegakan hukum, sehingga diharapkan aparat penegak
hukum mampu memberikan penilaian berdasarkan
pertimbangan sosiologis untuk melakukan tindakan agar
rasa keadilan masyarakat dapat terpenuhi. Di lain pihak
diharapkan masyarakat dan media massa dituntut untuk
memahami proses penegakan hukum yang ambivalen ini
melalui sosialisasi agar tidak terjadi pembentukan opini yang
dapat mempengaruhi dan melanggar prinsip penegakan
hukum.
2) Penegakan hukum di Indonesia seringkali terjadi intervensi
dan kooptasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dengan perkara yang sedang ditangani,
sehingga berakibat terganggunya independensi aparat
penegak hukum dalam menyelesaikan perkara. Berkenaan
dengan hal tersebut, diperlukan transparansi pada setiap
tindakan dalam penegakan hukum yang diliput melalui
media massa.
*****

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2012 Sat Tahti Polres Tasikmalaya | Powered by GDC